foto: https://masholeh.com/ |
Doa merupakan permintaan kepada
Allah SWT agar tercapai hajat seseorang, hal itu dianggap sebagai ibadah. Pada hakikatbya
doa berfungsi sebagai bentuk pengakuan ketidakberdayaan hamba di hadapan-Nya, juga
sebagai sarana penghubung yang intens untuk mencurahkan segala permasalahan
yang dihadapi kepada Dzat yang maha sempurna lagi maha segala-galanya.
Imam
al-Suyuti dalam sebuah karyanya yang berjudul Siham al-Ishabah fi
ad-Da’awat al-Mustajabah menjelaskan salah satu tanda doa dikabulkan
oleh Allah, di antaranya berkaitan dengan waktu dan tempat.
Salah
satu tempat mustajab yang diabadikan oleh Al-Qur’an adalah Miharabnya
Siti Maryam, di tempat itu Nabi Zakaria berdoa agar diberikan keturunan,
dan Allah mengabulkan doanya.
Selain
yang berkaitan dengan tempat, juga ada waktu-waktu yang paling didengar oleh
Allah. Imam Nawawi dalam kitab Riyadh al-Shalihin mengutip sebuah
hadis Nabi yang berbunyi:
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﻴﻞ ﻟﺮﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ
اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﺃﻱ اﻟﺪﻋﺎء ﺃﺳﻤﻊ؟ ﻗﺎﻝ:”ﺟﻮﻑ اﻟﻠﻴﻞ اﻵﺧﺮ، ﻭﺩﺑﺮ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ “ﺭﻭاﻩ
اﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ: ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ
Artinya:
Diriwayatkan dari Abi Umamah RA. Ia berkata: Nabi ditanya tentang doa yang
paling didengar oleh Allah. Kemudian Nabi menjawab: yaitu di tengah malam yang
akhir (sepertiga malam), dan setelah shalat fardhu. (HR. Tirmidzi, ia
berkomentar bahwa hadis ini derajatnya Hasan).
Dari
penjelasan ini dapat diambil hikmah bahwa Doa yang dikabulkan oleh Allah yang
berkaitan dengan waktu. Pertama, sepertiga malam, karena di waktu
ini kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya, sehingga orang yang berdoa di
waktu ini benar-benar ikhlas karena Allah, bukan karena yang lain, ia
berkomunikasi dengan-Nya tanpa ada manusia yang mengetahuinya. Maka dari itu
jangan mudah mencela orang cuma gara-gara penampilan nya yang kurang sopan,
atau prilakunya yang kurang baik. Bisa saja ia diberi keistimewaan untuk
berdoa disaat orang lain terlelap, dan doanya dikabulkan. Kedua, setelah
shalat fardhu, pada waktu ini doa akan cepat dikabulkan. Sayangnya sedikit
manusia yang mengerti tentang waktu seperti ini.
Menurut Syeh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitab Sirrul Asrar menjelaskan bahwa:
الدعاء على ثلاث درجات : تعريض وتصريح وإشارة.
Doa mempunyai beberapa tingkatan: pertama,
dengan samar atau sembunyi, kedua, jelas. Ketiga, menggunakan isyarat.
Dari pemaparan diatas dapat
diketahui bahwa tingkatan doa ada tiga, yaitu:
Pertama, Tashrih (تصريح) yaitu ketika doa yang dibaca secara jelas akan
pelafalannya. Hal ini seperti permintaan Nabi Musa AS yang tertuang dalam Surat
al-A’raf: 143 yang berbunyi:
وَلَمَّا
جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ
إِلَيْكَ
Artinya:Dan
tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau".
Kedua, Ta’ridh (تعريض). Yaitu ketika berdoa dalam hati atau hanya
dibatin saja, atau juga diucapkan secara sembunyi.
Ketiga, berupa isyarat. Hal ini berupa prilaku atau
perbuatan yang disembunyikan tak diketahui oleh orang lain, seperti doa Nabi
Ibrahim yang tertuang dalam Surat al-Baqarah: 260 yang berbunyi:
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah
kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati".
Hal
ini juga pernah dilakukan oleh Nabi saat shalat Istisqa’ (meminta
hujan), beliau membalikkan selendangnya, ini bertujuan agar segera terjadi
perubahan, yang awalnya kekeringan menjadi dimudahkan turun hujan, apa yang
dilakukan Nabi merupakan doa dengan menggunakan isyarat, seperti tertuang dalam
sebuah Hadits:
عن
عباد بن تميم عن عمه قال خرج النبي صلى
الله عليه وسلم إلى المصلى فاستسقى واستقبل القبلة وقلب رداءه وصلى ركعتين. رواه مسلم
Diriwayatkan dari Ibad bin Tamim
dari pamannya berkata: Nabi keluar menuju tempat shalat istisqa’ dengan
menghadap kiblat, serta membalikkan selendangnya, kemudian shalat dua rakaat.
Dr. Musa Syahin dalam Fathul
Mun’im Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa Nabi membalikkan selendangnya
dengan tujuan Tafaul (sebuah harapan) agar cepat diberikan perubahan,
yang awalnya kekeringan menjadi tercukupi sumber airnya melalui air hujan. Dari penjelasan diatas dapat diketahui
bahwa tata cara berdoa sangat beragam, maka dari itu jangan mudah menyalahkan
orang lain yang berbeda cara berdoanya dengan kita, bisa saja ketidaktahuan
seseorang menjadi penghalang untuk menemukan kebenaran itu sendiri.
Oleh: Moh Afif Sholeh