Dunia memang diciptakan oleh Allah untuk manusia, tak
lain adalah untuk mengujinya, ia mampu memegang amanat atau menjadi orang yang
khiyanat(tidak amanat) dengan dibekali oleh akal yang sempurna serta selalu dituntun
oleh kitab suci Al Qu’an yang telah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad sebagai
pemabawa rahmat ke seluruh alam.
Sudah menjadi Sunnatullah dimuka bumi ini,
bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya berjodoh-jodoh, berpasang-pasangan, ada
laki-laki dan perempuan, ada yang tinggi, dan pendek, ada yang kaya, juga tak
mempunyai apa-apa, ada yang mendapat petunjuk, juga pemabuk, ada pahlawan, juga
musuh yang melawan, maka dari itu manusia harus mampu membedakan antara kebenaran
dan keburukan, supaya hidupnya tak tertipu, terlena oleh hembusan nafsu atau
iming-imingan dunia yang sering membikin lupa, seperti dalam Hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
عَنْ النُّوَاسِ بنِ
سَمْعَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: اَلْبِرُّ حُسْنُ الخُلُقِ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِيْ نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ
أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Artinya: diriwayatkan oleh Annuwas bin Sam’an, Nabi bersabda: “kebaikan itu budi
pekerti(akhlak) yang baik, sedangkan dosa atau kejahatan adalah sesuatu yang meragukan dirimu(jiwa) serta kamu tidak suka
memperlihatkannya kepada orang lain.” (HR. Muslim)
Atau dalam
Hadis lain yang berbunyi:
وَعَنْ وَابِصَةَ
بْنِ مَعْبَدٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ
البِرِّ ؟ قُلْتُ : نَعَمْ ، فَقَالَ : اِسْتَفْتِ
قَلْبَكَ، اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ
الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِيْ النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِيْ الصَّدْرِ ، وَإنْ
أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتُوْكَ. حَدِيْثٌ
حَسَنٌ رَوَيْنَاهُ فِيْ مُسْنَدَيِ الإِمَامَيْنِ : أَحْمَدَ بنِ حَنْبَلٍ ، وَالدَّارِمِيِّ بِإِسْنَادٍ
حَسَنٍ
.
Artinya: Dari Wabishah bin ma’bad beliau berkata: Aku datang kepada Rasulullah SAW, kemudian beliau berkata: “Kamu datang untuk bertanya tentang
kebaikan?” Aku menjawab: benar. Kemudian beliau menjawab “Mintalah fatwa(jawaban)
kepada
hatimu. Kebaikan adalah sesuatu yang menenangkan hati dan
jiwamu. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang menyebabkan hati
bimbang dan cemaskan dada, walaupun banyak orang mengatakan hal
tersebut merupakan kebaikan.” (HR. Ahmad ibnu Hanbal dan Imam Darimi)
Dari penjelasa dua
Hadis diatas dapat dipahami bahwa untuk membedakan kebaikan dengan
kejahatan(dosa) adalah:
1.
Kata “((البر”
mempunyai beberapa arti: Pertama, berarti Surga, seperti dalam Ayat. Kedua,
Sesuatu yang menjadi menentramkan jiwa dan hati. Ketiga, Keimanan. Keempat,
sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kitab Mirqat
Al-Mashobih karya Syeh Ali bin Sulthan Muhammad Al Qori mengutip pendapat Imam
Tirmidzi yang menjelaskan kata“((البر dengan bersilaturrahmi, serta berbuat kebenaran,
serta melakukan ketaatan.
Dari penjelasan diatas
menjadi jelas bahwa kebaikan adalah sesuatu yang menentramkan hati dan jiwa,
dengan mengerjakan amalan yang bisa mendekatkan diri denga Allah yang
jaminannya surga, semua ini bisa didapatkan ketika manusia mempunyai budi
pekerti(akhlak) yang baik dalam pergaulan, misalnya dengan berkata yang baik
tanpa menyinggung orang lain, serta memperlihatkan muka yang berseri-seri,
menghilangkan kemasaman yang menjadikan orang lain tak nyaman dengannya, dan
juga menjauhkan dari sikap pemarah yang berlebihan, karena hal itu akan
mengecewakannya.
2.
Yang dinamakan keburukan,
kejahatan(hal yang mengandung dosa) dapat diketahu melalui 2 hal, pertama, sesuatu
yang menambah tekanan batin, hati tak tenang, selalu bimbang, ibarat dada
tambah menyempit. Kedua, malu bila manusia mengetahui keburukan hal itu.
Dari sini dapat diambil
kesimpulan, Pertama: bahwa kebaikan maupun keburukan dapat dideteksi dengan
menanyakan kepada hati nurani seseorang yang paling dalam, karena hati sebagai
eksekutor dalam mengambil tindakan. Kedua, akhlak yang baik merupakan
anjuran Agama, sehingga orang yang mengetahui ajaran agama, tap akhlaknya tak
mulia akan menjatuhkan harga dirinya. Sungguh beruntung orang yang mampu
mengkombinasikan akal pikiran dan hati, yang diimplementasikan dalam kehidupan
sehingga terpancar keramahan akhlak dalam pergaulan dengan Allah, maupun dengan
Makhluk-Nya.
Oleh: Moh Afif Sholeh
Lorong Senyap, 15 Mei
2018