oleh: Moh Afif Sholeh
Kita
sering mendengar dari masyarakat tentang masalah khilafiyah, perbedaan pendapat
diantara para ulama yang bersandar dari argumen masing-masing, disebabkan dari
perbedaan dalam memahami Al Qur’an, maupun Hadis Nabi, atau dari hasil istimbat
dari keduanya. Misalanya penggunaan kata ”السيد” baik
dalam sholawat, doa atau yang lain, sering memicu ketegangan antara yang
memakai atau tidak. Terlepas dari itu semua, kami akan paparkan penjelasannya.
Dalam
keterangan kitab Sirajut Tholibin karya Syeh Ihsan Jampes, Kediri, yang
merupakan Syarah(penjelasan) dari kitab Minhajul Abidin karangan Imam Al
Gozali, beliau mengupas penjelasan tentang kata ”السيد” ada 3
pendapat:
Pertama,
boleh memakai kata ”السيد” yang diperuntuhkan tidak hanya untuk Allah, tapi
boleh untuk yang lainnya, misalnya untuk Nabi atau yang lain.
Kedua,
penggunaan kata”السيد” tidak boleh diperuntuhkan untuk Allah SWT, pendapat
ini disandarkan oleh Imam Malik.
Ketiga, kata”السيد” penggunaan hanya pantas untuk
Allah saja.
Ketiga
pendapat ini berawal dari kata”السيد” yang merupakan Kulli Musytarak(Satu
kata yang mempunyai banyak makna atau arti). Kata”السيد” bisa diartikan sebagai Tuhan,
seperti dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori yang berbunyi:
السيد الله. رواه البخاري
Artinya:
Tuhan adalah Allah)H.R. Bukhori)
Juga
ada yang artinya pemimpin, hal ini merujuk kepada Surat Ali
Imran, Ayat 39 yang berbunyi :
فَنَادَتْهُ
الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ
يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَىٰ مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا
وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ (39(
Artinya: Kemudian
Malaikat (Jibril) memanggilnya
(Zakariya), sedang ia tengah berdiri melakukan
shalat di mihrab: "Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira kepadamu dengan kelahiran Yahya, yang membenarkan
kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi pemimpin, dan menahan diri (dari hawa nafsu) serta menjadi seorang Nabi dari keturunan orang-orang saleh.
Dan ada yang berarti suami, seperti dalam Surat Yusuf,
Ayat 25:
وَاسْتَبَقَا
الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ ۚ
قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَن يُسْجَنَ أَوْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ (25(
Artinya: Dan
keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf
dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka
pintu. Wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab
yang pedih?"
Jadi jelas, bila ada orang yang membaca Sholawat
atau doa dengan memakai kata”السيد”
misalnya, boleh saja karena kata”السيد” berarti pemimpin bukan diartikan sebagai Tuhan.
Maka dari itu kiranya
sangat penting memahami sebuah teks dengan disiplin keilmuan yang
komperehensif, menyeluruh agar pemahamannya tak salah, dan pada akhirnya tidak menyalahkan
orang lain, karena kurangnya pengetahuan.