Pikir dan Dzikir: Kunci Kesuksesan
Oleh: Moh Afif Sholeh
Foto: Penulis di depan Masjid An Nur, Batu, Malang |
Allah SWT sebagai sang pencipta menjadikan manusia sebagai penghuni Alam
raya ini memberikan banyak fasilitas kepadanya, mulai fisik yang lengkap, dan
juga akal yang sempurna sehingga mampu membedakan segala kebaikan maupun
kejahatan, agar manusia menjadi makhluk yang mampu memegang amanat dan dan
menebar keadilan kepada sesama. Izzuddin bin Abdissalam yang dikenal dengan Sultan
Ulama dalam Qowaid Sugranya menyatakan bahwa: Tujuan diutusnya para Nabi dan
diturunkannya Kitab Suci adalah untuk mewujudkan kemaslahatan/ kebaikan kepada
manusia serta menolak segala macam kerusakan yang akan terjadi.
Dalam hal ini beliau memetakan segala kebaikan dan keburukan yang
terkait urusan akhirat maka harus di ukur dengan Mizan Al Syar’I (Aturan Agama)
atau lebih mudah menggunakan istilah Dzikir dengan istilah yang
lebih luas, tidak hanya ingat kepada Allah melalui lisan saja, namun lebih
mengaplikasikan ajaran agamaNya dalam kehidupan ini, Sedangkan urusan dunia, maka
di ukur dengan olah pikir menggunakan rasio/akal manusia yang dikombinasikan
dengan pengetahuan, pengalaman, maupun adat kebiasaan. Maka beruntung orang
yang mampu memadukan antara dzikir dan pikir. Apabila salah satu tidak
terpenuhi maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidupnya, ibarat burung
yang patah salah satu sayapnya, maka tak mampu untuk terbang, ada kisah yang
dialami oleh seorang ulama besar yang bernama Syeh Abdul Qadir al Jilani yang
dituturkan oleh Abdul Wahhab As Sya’roni dalam Kitab Tabaqatnya: suatu ketika Syeh
Abdul Qadir al Jilani pernah menemui kejadian aneh, yaitu datangnya cahaya
terang dilangit dan menampakkan diri sambil mengatakan: “hai Abdul Qadir al
Jilani, saya ini Tuhanmu, aku telah menghalalkan segala sesuatu yang telah
diharamkan”. Abdul Qodir lalu berkata: “binasalah kamu orang terlaknat”. Akhirnya
cahaya tadi berubah menjadi asap, dan berkata:” selamatlah engkau Abdul Qodir
atas ilmu yang engkau miliki dan petunjuk Tuhanmu, sungguh aku telah
menyesatkan 70 orang dengan kejadian seperti ini. Abdul Qodir ditanya:” dari
mana engkau tahu bahwa itu syaitan, ia menjawab: dari ucapannya yang menyatakan
bahwa aku telah menghalalkan segala sesuatu yang telah diharamkan. Syeh Abdul
Qadir al Jilani memahami betul bahwa di dunia ini, Allah tidak akan
menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan. Dari kisah ini memberikan pengalaman yang luar biasa tentang pentingnya
menggunakan akal manusia agar tidak terlena dari bujukan syaitan.
Di kota- kota besar yang notabenya masyarakatnya mengenal peradaban
lebih maju dari pada di pedesaan atau perkampungan, dalam berbagai bidang,
mulai pendidikan sampai urusan lapangan pekerjaan, seringkali mengalami
kegundahan dalam urusan batin atau kekosongan spiritual mengakibatkan banyak
masalah baru, terutama depresi yang tinggi, serta dirundung ketakutan. Maka solusi
untuk menghadapi semuanya, antara lain:
Pertama, Memperbanyak bekal ilmu pengetahuan dalam bidang
Agama sebagai dasar pondasi keyakinan, serta diterimanya ibadah, serta ilmu
umum sebagai penopang kehidupan dalam mencari rizki, mulai cara membangun usaha
atau keterampilan sehingga menghasilkan uang untuk mencukupi kehidupan
sehari-hari
Kedua, Adanya keseimbangan untuk melengkapi
kebutuhan materi dan spiritual sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang
berlebihan, materi sebagai bekalnya, spiritual sebagai ruh penyemangatnya. Hal ini
sesuai dengan doa yang selalu dibaca, yaitu:
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
Artinya: wahai Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
akhirat, serta selamatkanlah kami dari siksa neraka.(Q.S Al Baqarah:201)
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa kebaikan atau keberuntungan di
dunia meliputi, ilmu, ibadah, serta terjaga dari melakukan hal yang berdosa. Sedangkan
kebaikan di akhirat merupakan puncak kenikmatan, yaitu diperkenankan memasuki surga
dan menikmati segala kenikmatannya.(Tanwirul Miqbas, hal 28).
Maka dari itu ilmu menuntun manusia agar berfikir tentang
dirinya, masa depannya, dikembangkan dengan dzikir dengan lisan dan segala
tingkah laku disesuaikan dengan kitab suci sebagai aturan, sehingga terwujud
impian kesuksesan dan keberhasilan di dunia dengan tercukupi secara materi dan
ketenangan batin selalu terpenuhi, ditambah di akhirat kelak bisa selamat,
sehingga mendapat nikmat yang lezat, serta dijauhkan dari siksaan yang
menakutkan.