Rezekimu tak akan Kemana-mana



Rezekimu tak akan Kemana-mana
Oleh: Moh Afif Sholeh
Foto: Agnia Afra collection

Ada Syair Arab yang mengatakan:

قد ÙŠَجْÙ…َع المالَ غـيرُ آكِـلِـهِ * * * ويَØ£ْÙƒُÙ„ُ المالَ غيرُ Ù…َÙ†ْ جَÙ…َعَـه[1]
Artinya: Kadangkala orang yang mengumpulkan harta tak menikmati hasilnya, tetapi yang merasakan malah orang lain. 
Syair diatas menggambarkan tentang sebuah kondisi bahwa segiat apapun manusia bekerja untuk mengumpulkan kekayaan duniawi, baik rumah, mobil maupun harta benda yang lain, belum tentu kita merasakan semuanya, karena Allah sudah mengatur segala rizki bagi makhluknya, dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. Misalnya seorang penjual bakso yang selalu berdagang tiap hari, belum tentu merasakan baksonya, dan kadang hasil keuntungannya ditujukan untuk orang lain, seperti keluarganya yang lagi sakit, begitu juga seorang petani yang menanam padi sampai beberapa bulan, ia selalu memupuk, mengairi sawah, sampai memberantas hama, ketika menjelang panen, ia belum tentu merasakan berasnya, bisa jadi ia menjualnya ke tengkulak, untuk mencukupi kebutuhan sekolah anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan Surat  Al Ankabut ayat 60 yang berbunyi:
ÙˆَÙƒَØ£َÙŠِّÙ† Ù…ِّÙ† دَابَّØ©ٍ Ù„َّا تَØ­ْÙ…ِÙ„ُ رِزْÙ‚َÙ‡َا اللَّÙ‡ُ ÙŠَرْزُÙ‚ُÙ‡َا ÙˆَØ¥ِÙŠَّاكُÙ…ْ ۚ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ السَّÙ…ِيعُ الْعَÙ„ِيمُ
Artinya: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Muhammad Saw ketika memerintahkan orang Mukmin yang tinggal di Makkah untuk berhijrah ke Madinah, mereka lalu bertanya kepada Nabi: “Bagaimana kita akan mendatangi sebuah daerah yang di dalamnya tak ada sumber kehidupan untuk kami?”. Kemudian turun ayat ini, untuk menyatakan bahwa Allah lah yang akan memberikan rizki kepada semua makhlukNya.[2]
Hal ini sudah menjadi Sunnatullah(ketentuan Allah) yang diterapkan di Alam raya ini bahwa: Ia menciptakan segala makhluknya saling berpasangan, ada kaya, juga ada yang miskin, ada pejabat, juga ada rakyat, ada yang menjadi ustadz juga ada yang menjadi penjahat, semuanya saling melengkapi satu dan yang lain. Orang bisa disebut kaya, karena ada orang miskin. Kita bisa membayangkan bila semua orang kaya, tercukupi semua, lantas siapa yang siap menjadi tukang sapu, atau menjadi pembantu rumah tangga?. Dari sini Allah memberikan rizki kepada makhluknya melalui perantaraan orang lain, dan hikmahnya Allah selalu mengajarkan makhluknya untuk saling kenal mengenal, dan saling membantu untuk melengkapi kebutuhan masing-masing. Serta meyakini setiap makhluk mempunyai jatah rizki tersendiri, dan tak akan tertukar, atau diambil orang lain. Yang terpenting manusia berkewajiban untuk berusaha untuk mencukupi dirinya dan keluarganya agar terhindar dari sifat Tama’ atau selalu berharap atas pemberian orang lain, hal ini sebagai penyebab jatuhnya harga diri seseorang dimata orang lain.

Lorong senyap, 21 Juli 2017, 14.00 Wib



[1]  Abu Hatim Addarami, Raudhotul Uqala, juz1, hal 238
[2] Nawawi al Bantani, Marah Labid, juz2, hal221