Berpolitik Ala Nabi: Wajibkah?

      

    Berpolitik Ala Nabi: Wajibkah?


Politik bisa dipahami sebagai trik untuk mencapai sebuah kekuasaan atau jabatan. Ada yang mengatakan politik itu kotor, karena kadangkala sering menghalalkan segala cara demi ambisi kepentingan sesaat. 

Dalam menjawab tantangan yang semakin komplek, terkait masalah ini, ada hal yang sangat menggelitik di pikiran kita, terutama partai yang berbasis massa islam yang ingin mendapatkan suara dalam Pemilu menggunakan jargon atau simbol-simbol Agama, dengan dalih mengikuti cara berpoltik ala Nabi. ada sebuah pertanyaan yang harus segera dicari solusinya, yaitu: apakah wajib mengikuti cara berpolitik ala nabi?
Untuk menjawab pertanyaan di atas dibutuhkan pemahaman yang cukup mendalam terhadap sejarah maupun dasar pengambilan hukumnya.
Pada dasarnya segala urusan ibadah itu harus mengikuti petunjuk dari nabi, tidak bisa direkayasa degan logika semata, misalnya perintah Shalat, Haji harus mengikuti aturan nabi, sebalikya dalam urusan selain ibadah, seperti adat kebiasaan atau bidang Muamalah(hubugan sesame manusia) harus disesuaikan dengan Malahat(kebaikan) yang terkandung di dalamnya, hal ini senada dengan pernyataan Imam Al Syatibi dalam kitabnya Al Muwafaqat terkait masalah penjelasan diatas, politik masuk ke dalam kategori adat kebiasaan, serta masuk dalam ranah Muamalah. Jadi dalam hal ini menyesuaikan kondisi yang sesuai dengan konteks saat ini.
Di zaman Nabi, ketika berperang masih menggunakan peralatan yang kurang canggih seperti saat ini, misalnya menggunakan pedang, tombak, maupun peralatan sejenis lainnya. Apabila persenjataan ini masih dipakai, maka bisa dipastikan Umat Islam sudah tertinggal jauh di belakang umat lain, karena kekuatan lawan yang super canggih dalam peralatan perangnya,mulai dari Tank, bom Atom yang bisa menghancurkan banyak Negara.
Namun masih banyak kebijakan-kebijaka Nabi yang dipandang masih relevan apabila diterapkan masa sekarang, terutama etika berpolitik Nabi terhadap lawan-lawan politiknya. Misalnya sifat ramah dan santun yang dimiliki, mampu mengalahkan lawan tanpa menggunakan kekerasan. Sejarah telah mencatat bahwa kebijaksanaan yang diterapakan Nabi sungguh memukau banyak kalangan terkait Fathu Makkah(terbukanya kota Makkah) dari Kafir Quraisy setelah Umat Islam banyak diintimidasi, disiksa, bukanya balas dendam terhadap mereka, sebaliknya memafkan,serta memberi jaminan bagi yang masuk kota Makkah, atau masuk kerumah Abu Sufyan maka aka aman, hal ini sebagai tanda bukti keluhuran budi pekerti beliau.
Sisi lain yang masih relevan diterapkan saat ini ialah Nabi sangat perhatian terhadap rakyatnya atau Umatnya, terutama beliau sangat serius menangani  maslah yang berkaitan dengan orang yang lemah dalam ekonomi, sosial, yang saat ini kita jarang menemukan sesosok politikus seperti beliau.

Pada akhirya simbol-simbol Agama jangan sampai digunakan untuk melegitimasi kepentingan pribadi, maupun golongannya.